Aris Setiawan saat mengajukan Peninjauan Kembali
di PN Surabaya tahun 2017/(Foto File: Iman Wahyudiyanta)
MAJALAHJURNALIS.Com (Surabaya) - Pembunuhan yang dilakukan Aris Setiawan disebut
sebagai salah satu yang tersadis yang pernah terjadi di Surabaya. Bagaimana
tidak, dengan dingin mandor bangunan itu membantai 4 orang sekaligus hanya
dengan martil. Pembantaian itu terjadi pada
7 April 1997. Saat itu, Aris menjagal anggota keluarga Budi Susanto, seorang Kepala
Cabang Bank Swasta di kawasan Rungkut. Masalahnya pun sepele. Hanya
karena menagih janji proyek pekerjaan. Perkenalan antara Aris dan Budi Susanto
terjadi pada Desember 1996 saat bekerja sebagai mandor proyek pengerjaan kantor
Bank di kawasan Rungkut. Budi yang menjadi pimpinan
kantor bank itu puas dengan hasil pekerjaan Aris. Budi kemudian menjanjikan
proyek pengerjaan perbaikan rumahnya. Namun, janji yang ditawarkan
itu tak kunjung datang. Padahal Aris sangat mendambakannya. Budi saat itu juga
sangat sulit ditemui karena kesibukannya. Aris mendambakan proyek itu
karena, ia mempunyai keluarga di Nganjuk yang harus ia kirimi uang setiap
bulannya. Di Nganjuk, Aris mempunyai seorang istri dan dua anak. Sementara
proyek tengah sepi. Berniat menagih janji, Aris
kemudian mendatangi rumah Aris di Perumahan Darmo Indah. Namun di sana, Aris
juga tak menemui Budi yang belum pulang. Di rumah itu, Aris hanya
bertemu dengan Fransiska, istri Budi Susanto. Aris sempat menanyakan keberadaan
Aris dan menagih janji proyek renovasi rumah. Fransiska yang tak
mengetahui hal itu kemudian cekcok dengan Aris. Sebab Aris terus mendesak
kepastian janji suaminya itu. Naik pitam, Aris langsung
menghantam dari belakang Fransiska dengan martil yang telah disiapkannya. Tubuh
perempuan itu langsung terkapar. Melihat ibunya terkapar, IW,
anak Fransiska yang tengah bermain menangis. Panik, Aris juga langsung
menghantam balita 4 tahun itu dengan palu hingga terjungkal. Mendengar suasana itu,
tiba-tiba dari dalam rumah, Y anak Cong Lie Tjen (25), tetangga Fransiska yang
ada di situ juga ikut dihantam. Balita berusia 1,5 tahun itu juga terjerembab
ke lantai. Lie Tjen menyusul dari
dalam. Melihat itu, Aris bersembunyi dan langsung menyergap dan turut
menghantamkan martilnya hingga terjungkal. Dalam sekejap empat tubuh manusia
terkapar di rumah tersebut. Korban Aris ternyata belum
cukup. Sama seperti korban lainnya, Wen Shu Tjen (60) juga datang dari dalam.
Saat mendekat, martil Aris juga menghantamnya hingga roboh. Melihat itu, Aris menjadi
panik. Ia langsung berlari kabur dari rumah itu. Sekitar 1 kilometer dari rumah
itu. Ia kemudian mencegat seorang pengendara motor bernama, Muliono. Aris kemudian meminta tumpangan
motor. Karena tak curiga, Muliono langsung mengiyakan saja. Namun saat di atas
motor itu. Mulioni curiga dengan napas Aris yang terengah-engah. Muliono kemudian menyuruh
Aris untuk turun. Usai menurunkan Aris, Muliono selanjutnya menggeber motornya
berbalik arah. Saat itu lah, ia menemui seseorang bahwa ada perampokan terjadi
di rumah Budi Susanto dan pelakunya yang ia beri boncengan tadi. Warga tahu pembantaian itu
karena Wen Shu Tjen yang dihantam Aris berteriak minta tolong keluar. Warga
yang tahu kemudian mengejar Aris. Mendengar itu, Muliono
lantas berbalik arah dan mengejar Aris. Saat itu Aris tampak mencegat angkot.
Beruntung, sebelum naik, Aris diamankan dan diserahkan ke Polsek Tandes. Akibat kebrutalan Aris, tiga
orang tewas di lokasi yakni IW anak Budi Sansoso, Cong Lie Tjen dan anaknya Y.
Sedangkan Fransiska koma dan dilarikan ke rumah sakit. Namun karena luka yang
cukup parah, istri Budi itu juga meninggal. Sehingga korban kesadisan Aris ada
4 orang. Di hadapan polisi, Aris
mengaku tak berencana membunuh keluarga Budi. Sedangkan martil yang dipakai
untuk membunuh, ia mengaku mendapatkan dari sekitar rumah Budi yang sedang
direnovasi. Namun polisi tak begitu saja percaya. Sedangkan untuk motifnya,
Aris menyebut tengah butuh uang. Ia mengaku sempat merencanakan akan merampok
rumah Budi, namun niat itu urung karena temannya menolak ajakan itu. Karena temannya menolak, ia
semakin dongkol dan berniat untuk menagih janji proyek ke Budi. Ia mengaku
butuh uang, karena selain tanggungan keluarga di Nganjuk, ia juga harus
membiayai Susi, pacarnya seorang pemandu karaoke yang lagi hamil 3 bulan. Namun apapun alasan Aris,
tak meringankan hukumannya. Pada 19 Agustus 1997, ia divonis hukuman mati. Aris
dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 53 KUHP tentang pembunuhan
berencana. Tak terima vonis mati, pada
28 Oktober 1997 ia berupaya mengajukan banding. Banding ditolak. Ia lalu
mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) pada 17 Maret 1998. Sama juga, tidak
membuahkan hasil. Semua upayanya untuk lolos dari hukuman mati gagal total,
termasuk grasi ke presiden. Meski demikian, hingga 20
tahun kemudian, Aris tak kunjung dieksekusi. Aris juga telah berpindah-pindah
dari lapas ke lapas lainnya. Tercatat ia telah menghuni di Lapas Nusakambangan
selama 18 tahun dan kemudian pindah ke Lapas Surabaya di Porong, Sidoarjo
hingga kini. Upaya terakhir yang
diupayakan yakni pada 13 Juli 2017. Ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di
Pengadilan Negeri Surabaya dengan didampingi pengacaranya. PK diajukan dengan
dalih telah menjalani hukuman 20 tahun. Tapi tetap saja, belum membuahkan
hasil. Hingga kini, Aris tetap menjalani hukuman penjara sembari menunggu
eksekusi mati yang entah akan dilaksanakan kapan. Aris Setiawan, mandor
bangunan di Surabaya membunuh 4 orang dalam semalam dengan palu, 7 April 1997.
Ia divonis hukuman mati namun hingga kini belum dieksekusi. Sumber : detikjatim
0 Comments