Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketum PAN Zulkifli Menilai Sistem Pemilu Coblos Partai, Demokrasinya di Mana?

 

Zulkifli Hasan. ©2021 Merdeka.com/Rifa Yusya Adilah


MAJALAHJURNALIS.Com (Bogor) - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan mengkritisi wacana mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup seperti pada Pemilu 2004. Menurutnya, sistem tersebut akan mencabut kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi.
 
"Ya begini ya. Kan kita ini demokrasi. Demokrasi itu intinya agar tidak ada barrier tidak ada halangan. Orang milih presiden langsung agar tahu siapa orangnya, tahu namanya, tahu pemikirannya. Begitu juga saat memilih wali kota, bupati dan gubernur semua begitu. Juga DPR, harus tahu wakilnya siapa. Bayangkan kalau kita mundur lagi, cuma milih gambar (partai) nggak tahu calon gimana? Demokrasinya di mana?," kata Zulkifli Hasan di Bogor, Minggu (14/1/2023).
 
Menurutnya, kedaulatan rakyat diserahkan kepada wakilnya dalam pemilu. "Jadi rakyat musti tahu wakilnya siapa. Kalau milih gambar nggak tahu wakilnya, nanti partai yang akan berkuasa," kata lelaki yang menjabat Menteri Perdagangan itu.
 
Dia juga tidak setuju jika pemilu proporsional tertutup akan menghemat banyak uang negara. "Sama saja. Cuma pindah saja nanti jika dikatakan ini boros atau apa. Kalau partai yang menentukan segalanya ingat, kalau power cenderung korup dan absolut kekuasaannya bayangkan tuh. Saya rasa ini masukan penting bagi MK dalam mengambil keputusan," kata dia.
 
Diketahui, wacana mengembalikan sistem pemilu proporsional tertutup seperti pada Pemilu 2004 dianggap langkah yang baik untuk menciptakan demokrasi yang lebih substansial dan dianggap menciptakan pemilu berbiaya murah dan memperkuat kelembagaan partai politik.
 
Dengan sistem pemilu proporsional tertutup, para kandidat tidak perlu lagi mengalokasikan dana untuk membayar saksi menjaga suara di TPS. Caleg cukup mengandalkan saksi yang sudah disediakan oleh partai.
 
Dalam sistem pemilu proporsional tertutup, masyarakat tidak lagi memilih figur calon legislatif (caleg), melainkan memilih partai politik. Penentuan peraih kursi parlemen tidak lagi berdasarkan suara terbanyak, tetapi berdasarkan perolehan suara partai dan nomor urut kandidat.
 
Sumber : Merdeka.com

Post a Comment

0 Comments