Antrian
warga untuk mendapatkan LPG 3 Kg di Cibodas, Kota Tangerang, Senin (3/2/2025), Banten.@Antara
MAJALAHJURNALIS.Com (Medan)
- Sejak adanya larangan dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
terhadap pedagang eceran atau warung menjual LPG 3 Kg mulai tanggal 1 Februari
2025, para ibu rumah tangga antrian panjang, seperti hidup dikala sebelum
Indonesia Merdeka dari zaman Hindia Belanda.
Memang benar tindakkan Pemerintah
untuk memutus mata rantai melambungnya harga jual ke konsumen, akan tetapi
dengan dilarangnya para pedagang eceran warung, maka LPG 3 Kg menjadi langka
harus mengikuti antrian panjang dulu, baru dapat 1 tabung LPG 3 Kg, ujar Nia Ibu
rumah tangga warga Medan, Sumatera Utara menyikapi maraknya antian untuk
mendapatkan tabung gas LPG 3 Kg bersubsidi, Senin (3/2/2025) di Medan pada
majalahjurnalis.com.
Lihat saja pemberitaan dibeberapa
media, antrian panjang disana-sini, layaknya hidup dizaman sebelum merdeka. Seharusnya
pemerintah buat dulu kebijakan penyalurannya yang tepat sasaran, baru lakukan
pelarangan, sehingga tidak terkesan pandangan buruk terhadap Bangsa Indonesia
dimata dunia Internasional, tutup Nia.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil
Lahadalia dikutip dari laman CNN Indonesia menjelaskan bahwa selama ini yang
bermain adalah di tingkat eceran. Sebab, pengawasan sulit dilakukan sehingga
mau tidak mau mengambil kebijakan larangan penjualan dengan tidak memberikan
stok.
Sedangkan, di pangkalan pengawasan
akan lebih mudah. Apabila ada ditemukan yang bermain, maka langsung dikenakan
sanksi pencabutan izin.
"Nah, dalam rangka menertibkan
ini, maka kita buatlah regulasi bahwa beli di pangkalan, karena harga sampai di
pangkalan itu pemerintah bisa kontrol. Kalau harga di pangkalan itu dinaikkan,
izin pangkalannya dicabut, dikasih denda, dan kita bisa tahu siapa pemainnya.
Nah cuman memang dengan pengecer tidak diberikan itu, karena yang biasanya main
ini kan di level di bawah," jelasnya.
Oleh sebab itu, Bahlil menyarankan
pengecer untuk beralih menjadi pangkalan. Syaratnya hanya dengan mendaftarkan
Nomor Induk Berusaha (NIB) ke Pertamina Patra Niaga untuk mendapatkan izin
pangkalan.
"Nah tetapi, saya sudah meminta
agar pengecer-pengecer yang sudah memenuhi syarat, itu dinaikkan statusnya
menjadi pangkalan. Supaya apa? Dia bisa kita kontrol harganya. Karena kalau
tidak ini bisa berpotensi menyalahgunakan. Ini transisi aja sebenarnya,"
kata Bahlil.
Dengan langkah ini, Bahlil berharap
tidak lagi ditemukan harga gas melon yang jauh di atas Rp18 ribu per tabung
atau maksimal Rp6.000 per kilogram.
"Kita cari formulasi lah, supaya
tujuannya apa? Ini diberikan kepada saudara-saudara kita yang berhak. UMKM
tetap dapat LPG dengan harga yang mungkin jauh lebih murah. Nggak boleh, karena
banyak pemain-pemain, oknum-oknum pemain itu memainkan harga. Aku nggak mau
lagi," pungkasnya. (MJ)
0 Comments